SULUT PROVINSI DENGAN SOLIDARITAS TANPA BATAS

Tips/Artikel182 Dilihat

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki berbagai suku, ras, dan budaya yang membaur menjadi satu dalam bineka tunggal ika. Indonesia juga memilki masyarakat yang majemuk yang terdiri dari bermacam-macam agama. pebedaan ini memiliki kecenderungan yang sangat kuat terhadap identitas agama masing-masing dan berpotensi menjadi konflik antar sesama. Ada beberapa agama yang di akui pemerintah Indonesia yaitu, agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu. Di zaman sekarang pada era moderenisasi, banyak sekali muncul pemahaman dan ajaran radikalisme dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang membuat persatuan dan rasa solidaritas dibangsa ini terpecah belah. Dengan teknologi yang sangat berkembang dasaat ini memudahkan mereka untuk menyebarkan paham tersebut, bisa dari media elektronik maupun media non-elektronik.
Sulawesi Utara sendiri merupakan provinsi yang memiliki berbagai macam suku, ras, budaya, dan agama. Namun di Sulawesi Utara sendiri masyarakatnya memiliki tingkat solidaritas yang tinggi, sehingga di Sulawesi utara sendiri sangat jarang terjadi kericuhan yang melibatkan atau mengatasnamakan suku, ras, budaya, dan agama. Slogan “Torang samua basudara” menjadi acuan untuk masyarakat Sulawesi Utara dalam bermasyarakat. Hal ini sudah menjadi budaya dan tertanam sejak dulu, hal ini juga merupakan suatu hal yang lazim jika anda berkunjung di Sulawesi utara.

Baca juga:  Pendidikan Moral Untuk Anak Usia Dini

Rasa solidaritas antar umat beragama akan semakin terasa jika ada hari penting dari salah satu agama. Masyarakat biasanya saling bahu-membahu untuk meramaikan kegiatan atau menjaga keamanan selama kegiatan atau peringatan tersebut. Yang menarik perhatian adalah masyarakat yang membantu dan meramaikan hari besar tersebut adalah masyarakat yang beda agama. Misalnya saja pada perayaan idul-fitri, bukan hanya masyarakat muslim yang berpartisipasi dalam rangkaian kegiatan yang diselenggarakan. Namun ada juga masyarakat non-muslim yang ikut berpartisipasi dan menjaga keamanan dalam hari peringatan tersebut. Hal ini juga berlaku jika ada hari peringatan untuk masyarakat yang beragama lain. Sudah menjadi suatu hal yang mendara daging bagi masyarakat Sulawesi utara dalam hal menjaga solidaritas dan mengamalkanya, meskipun banyak paham dan ajaran radikalisme yang masuk dan mencoba mengganggu persatuan di Sulawesi Utara, namun masyarakat sendiri tidak langsung menelan mentah-mentah ajaran atau paham tersebut, sehingga kata “Minoritas” seperti tidak ada dalam kamus masyarakat Sulawesi utara.
Hal ini lah yang patut di contohi bagi seluruh masyarakat Indonesia, dimana perbedaan bukanlah suatu hal yang dipandang sebagai sumber masalah, melainkan hal yang menjadi pemersatu. Akhir kata kiranya bangsa kita selalu makmur dan damai dalam perbedaan di bangsa ini.