Topiksulut.com, PEMERINTAHAN – Terkait rencana menaikkan status hutan lindung Gunung Mahawu yang terletak di kota Tomohon, siang tadi (Jumat 14/9/2018) diruang kerjanya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sulut Ir. James Hutagaol kepada Topiksulut.com menjelaskan bahwa hal tersebut masih dalam tahapan perencanaan yang dalam waktu dekat akan segera ditindaklanjuti.
“Jadi saat ini masih dalam tahapan pengajuan konsep, yang rencananya paling lambat bulan depan akan diajukan ke pemerintah pusat untuk penaikkan status hutan lindung Gunung Mahawu menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Mahawu atau kawasan hutan konservasi”, jelas Hutagaol.
Hutagaol pun menjelaskan bahwa jika pengajuan telah disetujui oleh pemerintah pusat dalam hal ini kementerian kehutanan, maka Dishut Sulut akan memiliki wewenang penuh atas pengelolaan kawasan Tahura tersebut.
“Kalau sudah disetujui, maka Dishut akan punya wewenang penuh untuk mengelola kawasan Tahura ini, contoh pengelolaannya seperti pelestarian kawasan hutan, termasuk flora maupun fauna yang ada di dalamnya, juga aset jika ada”, tambahnya.
Lebih lanjut, Hutagaol mengatakan bahwa tujuan utama penaikan status gunung Mahawu ini sama halnya dengan Tahura Gunung Tumpa di Kota Manado.
“Jadi jelas sama seperti Tahura Gunung Tumpa, kita pacu pariwisata kita melalui sektor Kehutanan, kan kalau sudah dikelola pemerintah tidak ada lagi yang bisa macam-macam apalagi merusak ekosistem dan kelestarian hutan, tapi keindahannya yang kita tonjolkan, karena turis suka sesuatu yang masih murni, tidak ada beton sebagai bangunan di dalam hutan, jdi kita bukan merombak tapi menjaga”, bebernya.
Hutagaol pun mengatakan bahwa dengan pemandangan yang bagus, dirinya yakin kawasan Gunung Mahawu akan menjadi destinasi wisata yang recommended bagi wisatawan.
“Kita harus yakin kawasan ini akan menjadi destinasi yang bagus, karena banyak hal yang bisa kita lihat dari pincak Mahawu, seperti panorama danau Tondano, dan sebagainya”, ungkap Hutagaol.
“Jadi pertama yang akan kita lakukan yaitu menginvetarisir wilayah, kemudian menentukan spot yang akan dijadikan kawasan wisata, baru kita bangun kawasan wisata didalamnya tanpa merusaka sedikitpun ekosistem yang ada”, tambahnya.
Menurut Hutagaol, konsep Tahura ini sebenarnya ingin mengajak masyarakat untuk tidak berpatokan menghasilkan pendapatan dari kayu saja, tapi bisa dari hal-hal lain yang tidak merusak lingkungan.
“Kalau selama ini masyarakat terbiasa menghasilkan uang dari kayu, sekarang kita rubah, karena kita harus sadar bahwa jimlah kayu kita semakin menipis sedangkan jumlah pertumbuhan kayu itu masuk pada skala yang lambat. Bayangkan saja untuk satu jenai kayu yanh besar dan bagus butuh berpuluh-puluh tahun untuk bisa menjadi besar, sedangkan penebangan terjadi hampir setiap hari dengan jumlah yang besar, jadi sekarang akan kita tata lagi pola pikirnya”, tegasnya.
“Kita akan ajak masyarakat untuk bersinergi dalam membangun sektor kehutanan dalam hal ini di kepariwisataan, (Area Penggunaan Lain). Jadi mari kurangi menebang dan perbanyak menanam, karena fungsi pohon itu bukan hanya sekedar menjadi bahan bangunan atau bahan bakar, tapi ada fungsi besar dibalik pohon-pohon tersebut, contohnya saja sebagai penahan air, menjga vegetasi, kalau terus dipotong pasti akan berefek pada kerusakan lingkungan yang nantinya menyebabkan bencana, seperti longsor dan banjir bandang”, tutur Hutagaol.
Lebih lanjut, Hutagaol mengajak seluruh masyarakat Sulawesi Utara untuk bisa memanfaatkan dan mengelola hutan dengan baik dan bijaksana demi kelangsungan hidup masyarakat dan anak cucu kedepannya.
“Hutan itu karunia Tuhan yang diamanatkan lewat Undang-undang dasar 1945 untuk dimaanfaatkan bagi kebutuhan masyarakat selama tidak merusak kelestarian hutan tersebut”, ucapnya. (Chris)