TopikSulut.com, MANADO – Terkait dengan dugaan kasus tindak pidana pengrusakan fasilitas milik PT Conch North Sulawesi Cement (CNSC) yang dilakukan Polisi Pamong Praja, sesuai dengan Perintah Bupati Bolmong Dra Hj Yasti Soepredjo Mokoagow pada 5 Juni 2017 lalu, ternyata cukup menarik perhatian publik.
Banyak respon publik tentang Tindak pidana kekerasan dan pengrusakan yang terjadi Dengan kerugian materil berupa kerusakan bangunan sebanyak 11 unit, 240 buah kaca jendela dan 100 daun pintu pecah itu yang akhirnya membuat 27 orang anggota Satpol PP ditahan dan diproses.
“Proses penyidikan yang dilakukan oleh Polda berfokus kepada tindak pidana pengrusakan, bukan tentang perizinan perusahaan, walaupun dari hasil lidik dan pendalaman administrasi juga kita temukan beberapa petunjuk yang bisa mendukung proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pengrusakan tersebut,” ujar Kabid Humas Polda Sulut Kombes.Pol. Ibrahim Tompo saat dikonfirmasi, Senin (17/7/2017).
Menurut Tompo, setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah itu harus sesuai dengan undang-undang yang telah mengatur kewenangan yang diberikan oleh negara, oleh karena itu setiap aparat tidak boleh bertindak sesuai dengan keinginan pribadi atau perintah seseorang yang bersifat subyektif, karena harus memenuhi obyektifnya syarat aturan.
Oleh karena itu lanjut Tompo, tindakan yang dilakukan oleh satpol PP Bolmong tersebut yang dimaksudkan sebagai upaya untuk menertibkan, namun disayangkan mereka tidak memahami bagaimana mekanisme dan prosedur dalam melakukan penertiban sesuai undang-undang, baik prosedur, tata cara, administrasi.
“sehingga dalam pelaksanaannya banyak aturan yang tidak terpenuhi sehingga tindakan tersebut tidak tergolong penertiban namun pelaksanaannya bertentangan dengan aturan dan melawan hukum serta melanggar batasan hukum pidana dalam hal ini tergolong pengrusakan dalam KUHP,” jelas Tompo
Untuk teknis penyidikan sendiri menurut Tompo tidak bisa dipublikasikan, sehingga banyak yang mencoba berspekulasi tentang materi penyidikan dan akhirnya membentuk opini berdasarkan pemahaman yang dangkal.
“Tindakan yang kita lakukan adalah tindakan yang bertanggung jawab berdasarkan hukum sebagai wujud perlindungan terhadap hak hukum seseorang,” pungkasnya.
Senada dengan hal tersebut pakar hukum pidana Unsrat Toar Palilingan mengatakan bahwa kalau itu penertiban, kewenangan daerah itu berpayung pada Peraturan Daerah, dan prosedur penerapan sanksi terhadap pelanggar Peraturan Daerah, khusus bangunan gedung ada mekanisme tersendiri. Bahkan, jika mekanisme tersebut sudah dilakukan secara benar, maka tentu berujung pada pembongkaran yaitu penertiban yang legal, tidak ada masalah.
“namun kalau kasus tersebut diluar prosedur mekanisme yang sudah diatur yang mengikat, baik bagi warga setempat, pelaku usaha maupun penyelenggara pemerintahan, itu sama halnya dengan satu perbuatan melawan hukum,” jelas Palilingan.
Untuk itu menurut Palilingan, kalau ada akibat yang ditimbulkan, inilah yang berpotensi melanggar pasal-pasal terkait dengan dugaan pidana pengrusakan.
Palilingan menilai, apa yang dilakukan Polda Sulut, itu masih dalam tataran kewenangan sebagai aparat penegak hukum karena adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pengrusakan.
“Sejak awal masalah ini terjadi sudah dilakukan dengan cara subyektif tanpa memperhatikan dan mengikuti aturan-aturan yang ada, sehingga dalam pelaksanaannya berjalan tanpa sistematika yang jelas, namun dilakukan sesuai hasil pemikiran seseorang yang juga tidak memahami mekanisme dan prosedur penertiban,” pungkas Palilingan.
(Bhansu)