Pengukuran Tanah di Desa Sea Oleh Bangkan Nyaris Ricuh

Minahasa183 Dilihat

TopikSulut.com,Minahasa – Permasalahan tanah eks HGU PT Gunung Batu sebanyak 12 hektar yang terjadi di Desa Sea Kecamatan Pineleng yang terjadi sejak tahun lalu, terus berlanjut sampai sekarang ini.

Bahkan, dari beberapa kali pengukuran tanah, baru kali ini pelaksanaan pengukuran yang nyaris ricuh dan hampir makan korban antar kedua belah pihak yakni petani penggarap dengan orang-orang pengikut dari Frans Bangkan.

Sebab, pihak Frans Bangkan ingin memiliki 2 Hektar milik lahan petani penggarap yang ada diatas bekas tanah eks HGU PT Gunung Batu itu. Namun suasana panas itu berhasil diredam oleh Wakapolsek Pineleng Aipda Jani Ramoh, Sabtu 27 Februari 2021, lewat pertemuan antara pemerintah desa dengan kedua belah pihak di kantor desa setempat.


Aipda Jani Ramoh pun setelah menenangkan situasi, mengatakan jika permasalahan ini harus diselesaikan dengan pemerintah desa dengan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Minahasa.

Untuk itu diharapkan kepada kedua belah pihak agar menyediakan semua kelengkapan berkas surat-surat tanah agar permasalahan ini bisa selesai tanpa ada kekerasan.

“Pertemuan nanti, yang mengaku pemilik lahan harus menyediakan surat-surat jelas untuk ditunjukkan dalam pertemuan nanti di kantor desa,” jelasnya.

Baca juga:  Pemkab Minahasa Gelar Pasar Murah


Diharapkan juga agar penyelesaian ini hanya diikuti oleh petani penggarap dan Frans Bangkan. Pihak kepolisian pun akan siap mengawal pertemuan ini.

“Ini agar semuanya cepat selesai dan tanpa ada kekerasan,” tambahnya.


Sekretaris Desa Sea, Cliff Sangian yang hadir saat itu sepakat agar urusan pertanahan ini bisa dilanjutkan di kantor desa. Pertemuan nantinya akan melibatkan BPN.

“Untuk waktu pertemuan akan ditentukan nanti karena pemerintah desa akan menyurat ke BPN untuk mengatur jadwalnya,” jelasnya.


Meskipun demikian, lanjut Sangian, kepemilikan dari Frans Bangkan tidak dilengkapi oleh surat-surat yang sah. Sebab sesuai gambar BPN Minahasa, hak lahan eks HGU itu sudah resmi milik petani penggarap.

“Saya pernah minta surat-surat itu, tapi tidak sah. Namun yang tentukan nantinya dari BPN Minahasa,” tambahnya.
Salah satu petani penggarap, Alex Mea pun sangat menyayangkan sikap dari pihak Frans Bangkan. Sebab, pengukuran ini tanpa koordinasi dengan pemerintah desa.

“Mereka sudah menyepelehkan pemerintah desa karena turun tanpa koordinasi dengan pemerintah desa. Kalau ada pendampingan dari pemerintah desa, tidak mungkin masalah ini akan menjadi panas seperti sekarang,” ungkapnya.


Diketahui, pihak Frans Bangkan pernah juga melakukan penyerobotan tanah milik dari Sindjaya Budiman dan akhirnya berproses perkara di meja Polda Sulut. Kali ini, Frans Bangkan pun ingin memiliki 2 hektar lahan milik Alex Mea dan petani penggarap lainnya.

Baca juga:  KFC Tondano dibuka besok


Padahal tanah tersebut sudah diserahkan ke petani penggarap ini sesuai dengan Surat Direktorat Agraria No 591.5/AGR/1369 tertanggal 7 Oktober 1986. Pokok dalam surat tersebut yakni mengacu pada Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 28 Juni 1986 Nomor SK.341/DJA/1986 dimana menjelaskan jika tanah negara sebagai objek redistribusi dalam rangka pelaksanaan landfrom di Kabupaten Minahasa memberikan hak milik kepada para petani penggarap.


Bahkan sebelumnya, Hukum Tua Desa Sea, James Sangian dalam pemberitaan sebelumnya mengaku sangat menyayangkan sikap yang diambil oleh oknum penyerobot karena telah melanggar hukum.

“Ini sudah gunakan hukum rimba. Jika memang tanah itu milik mereka (penyerobot,red), silakan laporkan secara perdata di pengadilan,” katanya.


Dirinya pun mengakui jika pihak penyerobot tanah tidak pernah melakukan pembicaraan soal pengalihan status tanah itu dengan pemerintah desa. Bahkan dikatakannya jika yang berhak atas tanah itu adalah petani penggarap karena oknum yang bersangkutan tidak memiliki bukti sah akan status tanah tersebut. (GB)