TopikSulut.com, MANADO – Kericuhan terjadi saat eksekusi lahan seluas 4,1 hektar sisa hasil guna usaha milik Pemerintah Kota Manado di kelurahan Paniki Dua Kecamatan Mapanget. Puluhan warga yang menempati lahan tersebut menolak eksekusi.
Awalnya, eksekusi yang dipimpin oleh Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kota Manado, Mikler Lakat berlangsung aman dan terkendali, Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol PP) Kota Manado dengan menggunakan alat berat mulai menghancurkan rumah-rumah warga.
Namun keadaan mulai memanas ketika Sat Pol PP hendak merusak rumah yang biasa digunakan sebagai tempat beribadah oleh warga, beberapa warga yang didominasi oleh ibu-ibu mulai melakukan perlawanan bahkan seorang ibu harus pingsan karena tak kuasa menahan emosi.
Keadaan menjadi ricuh ketika seorang warga yang tidak menerima rumahnya dihancurkan dengan menggunakan alat berat melakukan perlawanan dengan menggunakan parang mengejar para petugas Sat Pol PP. Bahkan terjadi aksi kejar antara warga dan Sat Pol PP yang menyebabkan dua orang warga yakni Niko demus (47) dan Yonasan demus (23) terluka.
Mikler Lakat ketika diwawancarai mengatakan, eksekusi ini sudah sesuai protap karena Pemkot Manado telah memberikan surat pemberitahuan sekaligus peringat kepada warga untuk segera mengosongkan lahan tersebut.
“Lahan ini benar-benar milik Pemkot Manado sesuai dengan akte kepemilikan bukan lahan milik negara yang selama ini didengungkan oleh warga,” ujar Lakat.
Eksekusi dilaksanakan berdasarkan surat perintah Walikota Manado pada 17 Juni lalu, namun baru dilaksanakan hari karena memberikan kesempatan kepada warga untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri.
“Tidak ada yang salah dalam pelaksanaan eksekusi ini, bahkan sebelum melakukan pembongkaran kami memberikan waktu 30 menit kepada warga yang masih bertahan untuk mengosongkan rumah mereka,” tukasnya.
Kasat PolPP Xaverius Runtuwene mengatakan, eksekusi ini diharapkan menjadi pelajaran bagi warga Kota Manado untuk tidak sembarangan melakukan penyerobotan lahan yang bukan menjadi milik sendiri. “Kami harus melakukan eksekusi untuk 200-an rumah semi permanen disini,” ujar Runtuwene.
Sementara itu Camat Mapanget Reyn Heydemams menuturkan, sebagian besar warga yang mendirikan rumah disini bukan merupakan warga Kota Manado melainkan warga luar daerah yang dimasukkan oleh oknum yang mengaku hamba Tuhan dengan membayar sebesar Rp. 450 ribu untuk setiap kapleng tanah yang ditempati.
“Mereka masuk kesini tidak pernah melapor di pemerintah kecamatan ataupun kelurahan,” pungkas Camat.
(Bhansu)