Urgensi OPOSISI Menumbuhkan DEMOKRASI

Uncategorized375 Dilihat
Amas Mahmud
(Sekretaris DPD KNPI Kota Manado)

BILA mau menghidupkan demokrasi, maka ruang bagi oposisi terhadap pemerintahan sejatinya jangan disabotase. Seperti yang dipaparkan Prof Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt, dalam buku ‘Bagaimana Demokrasi Mati’, bahwa bila terjadi penindasan terhadap oposisi, itu tandanya demokrasi mulai mati.

Sedangkan kita memerlukan denyut demokrasi terus berdetak. Kehidupan demokrasi tidak berhenti, sehingga penting kehadiran kelompok oposisi sebagai keseimbangan kekuasaan (balances of power). Mereka hadir sebagai penyeimbang, melihat prospek pembangunan dan implementasi program pemerintah dari perspektif di luar pemerintahan.

Kritik dan koreksi yang mungkin saja dianggap sinis juga sebetulnya diperlukan. Itu menjadi cambuk, alarm bagi pemerintah agar tidak terus-terusan mabuk dengan pujian. Tidak juga tenang atau berdian pada titik nyaman tertentu, tapi pemerintah harus selalu bergegas. Pemerintahan itu sifatnya dinamis, yang berarti ia memerlukan evaluasi dan masukan publik.

Pemerintahan yang sehat itu memerlukan sistem pengawasan dan keseimbangan (check and balances), diantaranya dari parlemen seperti adanya pihak oposisi maupun masyarakat luas. Karena perjalanan pemerintah tidak boleh hambar, kurang bergairah, melainkan harus penuh tantangan. Dari tantangan itu pula pemerintah akan menghadirkan kreativitas dan inovasi yang selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Baca juga:  KPU Minsel Sukses Gelar Debat Calon Pilkada

Jangan sekali-kali pemerintah berlagak otoriter lalu membantai habis gerakan oposisi. Karena bila dilakukan, berarti sama saja pemerintah menghendaki demokrasi akan mati. Selain hilangnya dinamika, kebebasan dan kemajemukan menjadi tergilas, tidak mendapat tempat. Biarlah aturan akan memayungi, menjadi peta jalan bagi manusia-manusia demokrasi. Kita perlu mencari upaya mengembangkan demokrasi, menjauhkan rakyat dan pemimpin dari sikap serakah.

Dari sikap sewenang-wenang juga membuat model pemerintahan yang kering dari dialektika intelektual. Akhirnya, semua gerak sosial dan bermunculannya narasi berbeda akan terbatasi. Sehingga semua akan terkendali, sentralistik yang memangkas kebebasan berkreativitas dari rakyat.

Pusaran benang kusut demokrasi selalu dimanfaatkan para bandar politik. Dari pemanfaatan kesempatan itu, bila tidak dideteksi rakyat secara baik baik, tukar kepentingan ditransaksikan. Demokrasi yang mestinya melahirkan kesejahteraan akhirnya bergeser, menjadi alat meraih kekuasaan dan menambah pundi-pundi keuntungan. Pada posisi ini, demokrasi kian hilang arah. Mereka yang terjun dalam politik, memainkan irama sehingga menggapai kemenangan dan melahirkan monopoli kekayaan.

Baca juga:  Pemerintah Desa Tiniawangko Salurkan Bantuan Bapok Dan Bansos Bagi Lansia

Kesejahteraan dan seketaraan rakyat akhirnya terbelakangi. Yang utama malah semangat menyasar kekuasaan untuk kepentingan memperkaya diri serta keluarga. Harapan demokrasi yang tumbuh subur juga hilang, tak kunjung kita temukan. Kehancuran demokrasi dan kegelapan bersatu membawa rakyat pada kemunduran peradaban. Mari maju demokrasi dengan memotong rantai dominasi oligarki yang tidak produktif dan lebih menghancurkan kepentingan publik.

Bagaimana pun itu, faksi oposisi harus dihidupkan. Bahkan kalau perlu ditantang agar terus berfikir kritis, mengajukan protes dan resistensi yang menantang disertai pengajuan solusi. Perbedaan pandangan di era demokrasi tidak selamanya melahirkan perpecahan, melainkan memacu gairah demokrasi. Pemaknaan seperti itu yang perlu menjadi pembuka kita nilai keuntungan oposisi, bukan menarik mundur mereka menjadi sekedar seperti sporter.

Tanpa dinamika dan perbedaan paradigma, demokrasi akan kering dan mati secara bertahap. Di ruang inilah pentingnya poros oposisi kita butuhkan, agar mereka menilai pembangunan dari kaca mata berbeda, lalu sang petahana akan lebih maksimal melakukan pembangunan. [***].


Catatan : Bung Amas Mahmud, Sekretaris DPD KNPI Manado